Selasa 18 03 2025
  • Jelajahi

    Copyright © 2025 NARASI RAKYAT
    Best Viral Premium Blogger Templates


     


     


     

     



     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     


     

     



     


     


     


     


     


     


     


     

     



     


     

    Iklan


     

    Ustaz Rachmat: Refleksi Diri Lebih Baik dari Perayaan Tahun Baru

    Satry Polang
    Selasa, 31 Desember 2024, Desember 31, 2024 WIB Last Updated 2025-01-01T04:44:43Z
    masukkan script iklan disini
    Ustaz Rachmat: Refleksi Diri Lebih Baik dari Perayaan Tahun Baru


    NARASIRAKYAT, Sidrap, Sulawesi Selatan – Pergantian tahun Masehi yang jatuh pada 1 Januari kerap dirayakan oleh masyarakat di seluruh dunia dengan berbagai tradisi. Namun, dalam pandangan Islam, perayaan ini memunculkan pertanyaan: Pantaskah seorang Muslim merayakan Tahun Baru?


    Perayaan Tahun Baru berakar dari tradisi Romawi kuno, di mana Janus, dewa permulaan dan transisi, dihormati pada awal Januari. Julius Caesar, melalui kalender Julian, menetapkan 1 Januari sebagai awal tahun. Tradisi ini kemudian diperkuat oleh kalender Gregorian yang diperkenalkan oleh Paus Gregorius XIII pada abad ke-16, yang menjadikannya standar global.

    banner 728x250
    Menurut Ustaz Rachmat Badani, Lc., M.A., Wakil Sekretaris Dewan Syariah Wahdah Islamiyah dan Dosen STIBA Makassar, seorang Muslim perlu memahami esensi dari setiap tradisi yang diikuti. “Merayakan Tahun Baru Masehi secara tak sadar berarti turut menghormati akar tradisinya, yaitu penghormatan kepada Janus, dewa permulaan,” jelasnya.

    Islam memiliki kalender sendiri, yaitu Hijriah, yang berlandaskan peristiwa penting dalam sejarah Islam: hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Bagi seorang Muslim, merayakan Tahun Baru Masehi bukan hanya soal perayaan semata, tetapi juga tentang mempertimbangkan nilai dan prinsip yang sesuai dengan akidah.


    Ustaz Rachmat menyarankan agar seorang Muslim fokus pada refleksi diri dan meningkatkan amal kebaikan tanpa perlu terikat pada tradisi yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam. “Mengganti perayaan dengan memperbanyak doa, muhasabah, atau aktivitas positif lainnya lebih bernilai dan mendekatkan diri kepada Allah SWT,” tambahnya.


    Beragam tanggapan muncul di kalangan umat Muslim. Sebagian besar menyadari pentingnya menjaga identitas Islam, namun ada pula yang masih terpengaruh oleh budaya populer. Dalam hal ini, edukasi menjadi kunci untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam.


    Sebagai seorang Muslim, merenungkan makna dan akar dari sebuah perayaan sebelum mengikutinya adalah langkah bijak. Refleksi ini tidak hanya menjaga keimanan, tetapi juga memperkokoh identitas sebagai umat Islam yang memahami sejarah dan prinsip-prinsip agama.

    Komentar

    Tampilkan