
NARASIRAKYAT, Sidrap – Sidrap – Dengan khidmat, Lembaga Addatuang Sidenreng berkolaborasi dengan Rumpun Datu Cakkudu Petta Amparita, menggelar Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Tema yang diusung, "Meneladani Kepemimpinan Rasulullah dalam Memelihara dan Melestarikan Adat dan Budaya Leluhur; Sipakatau, Sipakainge, dan Sipakalebbi," menggema di Saoraja Mannagae Teteaji, Sabtu (12/10/2024).
Saoraja Mannagae, bukan sekadar tempat, melainkan jejak sejarah. Tahun lalu, Maulid dilangsungkan di Saoraja Labempa-Sidenreng, Kanie. Kini, panggungnya berpindah.
Ketua Panitia Maulid, Andi Muh. Gusli Cakkudu, menjelaskan pemilihan lokasi ini tak lepas dari sejarah Saoraja Mannagae.
"Di sini, Rapat Dewan Adat pertama diadakan setelah NKRI dalam tangka melantik dan menunjuk Addituang Sidenreng pertama (Drs. Andi Patiroi Pawiccangi) dan kedua (Dr. Andi Faisal Sapada) di masa NKRI," ujarnya, menunjukkan betapa berharganya setiap sudut tempat ini.
Sementara itu, Pemangku Sementara Addituang Sidenreng Ke-25, PYM Drs. H. Andi Syafiuddin A. Achmad, MH yang akrab disapa Petta Cacang, menegaskan pentingnya kegiatan ini.
"Maulid ini diadakan setiap tahun untuk meneladani Rasulullah dalam menjaga adat dan budaya," ungkapnya, menegaskan komitmen untuk meneruskan warisan leluhur.
PJ Sekda Sidrap, Andi Bahari Parawangsa, mewakili PJ Bupati Sidrap, menyampaikan apresiasi. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai leluhurnya," ucapnya, menegaskan pentingnya melestarikan adat dan budaya.
Pesan dari Pj Bupati Sidrap juga diingatkan, bahwa Addatuang Sidenreng berperan menjaga nilai budaya Bugis, terutama di Sidenreng Rappang.
Dalam tausiyah Petta Imam Besar Addatuang Sidenreng XXV, Dr. H. Syamsuddin, S.Ag., M.Ap, menjelaskan hikmah Maulid. "Nabi kita tidak pernah membenci adat budaya dan membuangnya. Ia justru datang untuk menyempurnakannya," tegasnya, menyampaikan pesan perdamaian dan toleransi.
Acara ini dihadiri oleh berbagai lintas tokoh, termasuk pemangku sementara Addituang Sidenreng, PYM Drs. H. Andi Syafiuddin, dan Permaisuri Hj. P. Syarifa Wardah Nelly cicit langsung dari Sayyid Muhammad Idrus tokoh Sufi penyebar ilmu Islam di Amparita yang digelar Petta Saiyye Paggere menantu Arung Amparita La Padapi. Juga hadir Sekda Sidrap, Andi Bahari Parwangsa, beserta Forkopimda, dua Arung Malolo Sidenreng dalam struktur Lembaga Adat Addatuang Sidenreng, Drs. Andi Babba Oddo cicit La Saddapotto Addituang Sidenreng Ke-22 dan Dra. Andi Nurta Tabbu cucu langsung La Cibu Addituang Sidenreng Ke-23, dan dihadiri oleh puluhan perangkat Adat Addatuang Sidenreng, yang meliputi unsur Dewan Adat Tinggi, Matoa, Pabbicara, Arung, dan Petta, antaranya, Dewan Adat Tinggi, Andi Wawo Pasanrangi, Matoa Arateng, Andi Nasir, Pabbicara Massepe, Andi Babba Oddo, Arung Wanio, Andi Wahyuddin Habib, Petta Amparita, Andi Ratna Cakkudu, dan para Matoa, Pabbicara, Arung dan Petta Lain-lainnya.
Di tengah keramaian, para tokoh agama, masyarakat, dan adat berkumpul, merayakan setiap detik dalam persatuan. Di antara mereka, ada keluarga Eks. Bupati Sidrap mulai dari Bupati pertama, Lettu CPM (TRI) Andi Sapada Mappangile cucu La Parenrengi Arung Malolo Sidenreng (Putra Mahkota Sidenreng) , Letkol Opu Sidik putera Arung Otting merangkap Qadhi Sidenreng Andi Abu Bakar Pakerrangi, Andi Salipolo Palalloi, Andi Sunde Parwangsa, sampai Eks. Bupati Sidrap, Andi Ranggong cucu La Patiroi Petta Sereang-Sidenreng merangkap Petta Enrekang ibn Addituang La Panguriseng. Juga ada keluarga tokoh-tokoh penting Kec. Tellu LimpoE terdahulu, antaranya, turunan pejuang Andi Machmud Petta Matoa Massepe merangkap Pabbicara Massepe Ibn Addituang La Panguriseng, pejuang Andi Sulolipu Petta Pabbicara Amparita Ibn La Pakerrangi Pabbicara Amparita, serta Andi Manggau Cakkudu, SE pemilik Saoraja Mannagae Teteaji, rumpun Saoraja Arateng Petta Krg. Patiroi, putera Arung Amparita Andi Iskandar Pajujungi, Drs. Andi Makkulau, dan Matoa Teteaji, Andi Muh. Gusli.
Acara turut dihadiri oleh cicit La Cibu Addituang Sidenreng terakhir dimasa kerajaan, Andi Dahlia Tolo atau Petta Mendeng, Kord. Sidrap, Humas sekaligus Admin pada Pertemuan Akbar Sedunia pertama Wija Lapatau Arung Palakka Mangkau Bone Ke-16, Jumaidi Purnama Selo Massagoni yang akrab disapa La Bempa, rumpun Saoraja Mattanru'e Pare-pare dan Lawawoi, turunan Arung Maiwa To Ancalo Ibn La Pasanrangi Arung Malolo Sidenreng, segenap rumpun keluarga Addituang Sidenreng dari berbagai daerah dan para generasi penerus yang mewarisi tradisi Addatuang Sidenreng.
Peringatan Maulid ini bukan sekadar seremonial, melainkan pengingat akan arti penting budaya dan sejarah. Setiap ucapan, setiap langkah, adalah harapan untuk masa depan yang lebih baik, menjalin kembali jalinan erat antara generasi, menyeberangi batas waktu dan ruang.
Saoraja Mannaga'e Turungeng'nge Teteaji merupakan bekas istana PettaE Ri Amparita, La Cakkudu, anak ke sebelas dari lima belas putera-puteri "Addituwangta Ri SidEnrEng" Pertuanan kita di tanah Sidenreng, La Panguriseng bin Arung Malolo Sidenreng La Pasanrangi. Dari hasil pernikahan Addituwang La Panguriseng dengan sepupunya yakni PettaE Ri Rappeng We Bangki, "ana' mpulawengna" anak bermahar emas tiada taranya, "PettaE Ri Rappeng" Pemimpin tertinggi tanah Rappeng", yaitu We Madditana yang juga ibunda AddituwangE Ri Sawitto La Pallawagau dan Petta PonggawaE Ri Bone La Palettei.
Saoraja MannagaE,mai Ri turungengngE,Wanua tEtEaji, adalah Istana kedudukan Petta kita yang bermukim di Amparita, dalam keheningan dan hiruk-pikuk, sejak ber-abad lalu, menyimpan berbagai kisah-kisah yang akan terus hidup dalam hati setiap "Tau, Tongeng" manusia, nan tunas aseri bumi Nene Mallomo. Bumi Nene Mallomo, sebuah ikon Kabupaten Sidrap yang menjadi penghargaan bagi Puang PamulangE dEceng Ri SidEnrEng, yang bergelar Petta Pabbicara MalempuE Ri Sidenreng bernama asli La Pagala yang disebut To Pasamai.
Dalam jembatan antara generasi, yang menghubungkan sejarah dengan harapan, antara yang lalu dengan yang akan datang, dengan berpegang pada pepatah Bugis Sidenreng, 'SirEnrEng-rEnreng Ri DEcengE," sebuah kata yang telah menjadi falsafah Bugis Sidenreng sejak awal berdirinya, yang bermakna saling berkolaborasi, bekerja bersama, ber iring-iringan dan saling membimbing serta bergandengan tangan dalam mencari kebaikan bersama, sebagaimana awal terlahirnya To Ugi Sidenreng itu sendiri.
Penulis : Jumedi