
![]() |
Kontroversi Larangan Kehadiran Wakil Ketua DPRD Sulsel di Wisuda Santri Sidrap Memicu Spekulasi Politik |
NARASIRAKYAT, SIDRAP - Ketidakhadiran Wakil Ketua DPRD Sulsel, Syahruddin Alrif, di Wisuda Santri ke XVI LPPTKA BKPRMI Kabupaten Sidrap di Masjid Agung telah menimbulkan kegaduhan politik baru di Sidrap. Insiden ini terjadi pada Minggu, 12 Mei 2024, di mana Syahruddin Alrif yang lebih dikenal dengan sapaan kakak SAR dilarang menghadiri acara tersebut meski memiliki undangan resmi.
Informasi mengenai larangan tersebut disampaikan malam sebelum acara, dengan Ketua BKPRMI Kabupaten Sidrap, Ustadz Siswadi, yang mengaku menerima pesan dari Kepala Dinas Kominfo Sidrap, Bachtiar. Bachtiar, yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Pengurus Masjid Agung Sidrap, dikabarkan menyampaikan bahwa instruksi tersebut berasal dari Pj Bupati Sidrap, Basra. Namun, klaim tersebut langsung dibantah oleh juga ole PJ Bupati tersebut ketiak dikonfirmasi.
SAR, yang merupakan figur sentral di Partai NasDem dan juga kader BKPRMI, merasa ada kelompok tertentu yang sengaja ingin mencegah kehadirannya. "Apakah karena menjelang Pilkada?" tanya SAR, yang menyiratkan bahwa mungkin ada motif politis di balik kejadian ini. Pengalamannya sebagai pengurus BKPRMI dan keaktifannya dalam kegiatan keagamaan membuat kejadian ini semakin kontroversial.
Ketua BKPRMI Kabupaten Sidrap, Siswandi, menyatakan akan memberikan penjelasan lebih lanjut setelah acara wisuda selesai. Namun, keputusan ini menimbulkan ketidaknyamanan dan kekecewaan di kalangan peserta dan pengunjung yang hadir. Pertanyaan besar yang muncul adalah, mengapa seorang pejabat yang diundang secara resmi dan memiliki latar belakang pengabdian kepada masyarakat tiba-tiba dilarang menghadiri suatu acara keagamaan yang seharusnya terbuka untuk umum?
Insiden ini tidak hanya mempertanyakan transparansi dan profesionalisme di lingkungan pemerintahan dan organisasi keagamaan lokal, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran tentang penggunaan masjid untuk kepentingan politik. Masjid Agung, sebagai tempat ibadah yang seharusnya netral, kini menjadi pusat perhatian publik terkait bagaimana pengaruh politik dapat mempengaruhi kegiatan keagamaan.
Dalam konteks yang lebih luas, kejadian ini dapat mencerminkan dinamika kekuasaan yang berpotensi merugikan integritas proses politik lokal, khususnya menjelang Pilkada. Masyarakat Sidrap dan pengamat politik menantikan klarifikasi dan penyelesaian dari masalah ini, yang diharapkan dapat menjaga ketenangan dan kesantunan dalam berpolitik di wilayah tersebut.