
Oleh : Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam IAI DDI Sidrap
- M.Ismail Ma'ruf
- Nabila Anastasya RJ
- Auliyah Zahra Islam
Peranan raja raja islam khususnya di kerajaan Wajo dan bone.
Raja-raja Islam di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, memiliki peran yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Beberapa peranan mereka melibatkan:
A.Kepemimpinan Politik
Raja-raja Islam di Kabupaten Wajo menjadi pemimpin politik yang memimpin wilayah mereka. Mereka bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan di daerah tersebut.
B.Pemeliharaan Agama Islam
Sebagai pemimpin Islam, raja-raja di Kabupaten Wajo memiliki tanggung jawab untuk memelihara dan mempromosikan ajaran Islam di wilayah mereka. Mereka dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan nilai-nilai agama dan memastikan pelaksanaan ibadah.
C.Penjaga Tradisi dan Adat
Raja-raja Islam di Kabupaten Wajo juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat tradisi serta adat istiadat lokal. Mereka menjadi simbol keberlanjutan budaya dan adat yang menjadi bagian integral dari identitas masyarakat setempat.
D.Pengelola Sumberdaya
Raja-raja dapat terlibat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan ekonomi di wilayah mereka. Hal ini termasuk pengaturan penggunaan tanah, perdagangan, dan pengelolaan kekayaan alam lainnya.
E.Mediator dan Penengah
Dalam menyelesaikan konflik atau perselisihan di antara masyarakat, raja-raja Islam dapat berfungsi sebagai mediator atau penengah yang membantu meredakan ketegangan dan mencapai solusi yang adil.
Penting untuk diingat bahwa peran raja-raja Islam di Kabupaten Wajo bisa bervariasi dan tergantung pada konteks sejarah dan dinamika sosial masyarakat setempat.
GURUTTA H.M.AS'AD PERKUMPULAN TABLIGH KE MAI SENGKANG
Anre Gurutta (AG) H. M. As’ad. (Dalam masyarakat Bugis dahulu beliau digelar Anre Gurutta Puang Aji Sade’). Beliau merupakan Mahaguru dari Gurutta Ambo Dalle (1900 – 1996), adalah putra Bugis, yang lahir di Mekkah pada hari Senin 12 Rabi’ul Akhir 1326 H/1907 M dari pasangan Syekh H. Abd. Rasyid, seorang ulama asal Bugis yang bermukim di Makkah al-Mukarramah, dengan Hj. St. Saleha binti H. Abd. Rahman yang bergelar Guru Terru al-Bugisiy.
Pada tahun 1348 H/1929 M, Petta Arung Matoa Wajo, Andi Oddang, meminta nasehat Anre Gurutta H. M. As’ad tentang pembangunan kembali masjid yang dikenal dengan nama Masjid Jami, yang terletak di tengah-tengah kota Sengkang pada waktu itu. Setelah mengadakan permusyawaratan dengan beberapa tokoh masyarakat Wajo, yaitu : (!) AG H. M. As’ad, (2) H. Donggala, (3) La Baderu, (4) La Tajang, (5) Asten Pensiun, dan (6) Guru Maudu, maka dicapailah kesepakatan bahwa mesjid yang sudah tua itu perlu dibangun kembali. Pembangunan kembali masjid itu dimulai pada bulan Rabiul Awal 1348 H/1929 M, dan selesai pada bulan Rabiul Awal 1349/1930 M. Setelah selesai pembangunannya, maka Masjid Jami itu diserahkan oleh Petta Arung Matoa Wajo Andi Oddang kepada AG H. M. As’ad untuk digunakan sebagai tempat pengajian, pendidikan, dan da’wah Islam. Sejak itulah beliau mendirikan madrasah di Mesjid Jami’ itu, dan diberi nama al-Madrasah al-‘Arabiyyah al-Islamiyyah (MAI) Wajo.
Tingkatan-tingkatan yang beliau bina pada waktu itu adalah:
1. Tahdiriyah, 3 tahun
2. Ibtidaiyah, 4 tahun
3. Tsanawiyah, 3 tahun
4. I’dadiyah, 1 tahun
5. Aliyah, 3 tahun
Selain Pesantren dan Madrasah tersebut di atas, AG H. M. As’ad juga membuka suatu lembaga pendidikan yang baru, yaitu Tahfizul Qur’an, yang dipimpin langsung oleh beliau, dan bertempat di Masjid Jami Sengkang.
Pada tahun 1350 H/1931 M. atas prakarsa Andi Cella Petta Patolae (Petta Ennengnge), dengan dukungan tokoh-tokoh masyarakat Wajo, dibangunlah gedung berlantai dua di samping belakang Masjid Jami Sengkang. Bangunan itu diperuntukkah bagi kegiatan al-Madrasah al-Arabiyyah al-Islamiyyah (MAI) Wajo, karena santrinya semakin bertambah.
3.PERKEMBANGAN MAI SENGKANG
Anregurutta Haji Muhammad As’ad wafat pada hari senin 12 Rabiul Akhir 1372 H atau 29 Desember 1952 rsetelah menderita sakit lama tujuh hari .Untuk menggantikannya memimpin MAI Sengkang ,tampillah Anregurutta Haji Daud Ismail, salah seorang murid seniornya. Untuk mengabadikan nama beliau, dalam musyawarah MAI pada tanggal 25 Sya’ban 1372 H atau 9 Mei 1953 di sepakati untuk mengganti nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang menjadi Madrasah As’adiyah(MAI).
Keteguhan sikap Anregurutta H. M. As’ad juga tanpak ketika wafat ArungMatowa Wajo ke 47 Andi Oddang pero sebagian besar anak cucunya menghendaki agar orang tuanya di kuburkan di dalam mesjid jami ‘ Sengkang. Tetapi , Anregurutta melarang hal tersebut dan menyuruh supayah penggalian lian kubur di hentikan . maralah orang yang melakukan penggalian dan mempertahankan kemauan keluarga Arung Matoa . Anregurutta tetap bertahan dengan sikapnya. Akhirnya di adakan musyawarah dengan keputusan bahwa Arung Matowa Wajo di kuburkan di luar ( di seblah barat ) Masjid jami.
Para lepasan MAI Sengkang ini kemudian mendirikan pesantren di brbagai daerah . di antaranya : AG. H. Abdurahman Ambo Dalle mendirikan MAI Mangkoso lalu bersama AG. H. Daud ismail dan AG. H. M. Abduh Pabbajah mendirikan DDI .AG. H. Daud Ismail juga mendirikan pesantren Yasrip di wantang soppeng . AG. H. Junaid sulaiman mendirikan pesantren Ma’had Hadits di watang pone dan AG. H. Abd . Muin Yusuf mendirikan pesantren Al Urwatul Wutsqa di benteng Rappang dengan sistem pendidikan yang secara umum hampir sama , kecuali Haji marsuki Hasan yang mendirikan pesantren Darul Istikomah sistemnya agak berbeda dengan pesantren – pesantren yang di sebut terdahulu.
Pemikiran Anre Gurutta Haji Muhammad As’ad dapat di baca pada buku-buku yang telah di tulisnya diantaranya: Idharul Hqiqah, berbahasa bugis , berisi ajaran akidah-akidah yang benar dan tidak benar (syirik) , Assiratun Nabawiyah (berbagasa arab dan bugis), Kitabul Aqaaid (berbahasa bugis), Kitabuzzakah (berbahasa bugis dan indonesia), dan lain-lainya.